Kisah algojo pemancung : abdallah al bishi. 1 dari 6 algojo yg dimiliki arab saudi

Kisah pemancungan
tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi,
Ruyati binti Satubi, menjadi isu nasional. Lalu
siapa petugas pemancung Ruyati? Misterius.
Yang jelas, algojo berpedang tajam itu harus
tega, tak boleh iba.
Bicara soal algojo, tak banyak yang melakoni
profesi algojo pemancung di Saudi. Jumlahnya
hanya sekitar 6 orang yang ditunjuk langsung
pemerintah untuk menerapkan hukuman
berdasarkan syariat Islam. Salah satunya
adalah Abdallah Al Bishi.
Pada sekitar 2007, salah satu TV Lebanon, LBO
TV, mewawancara algojo yang disebut “paling
termasyhur” ini, mengenai serba-serbi algojo
pemancung. detikcom mencoba
merangkumnya dari Youtube, Jumat
(24/6/2011).
Al Bishi mengungkapkan dirinya mewarisi
profesi pemancung dari ayahnya Sa’id Al Bishi.
Dia ingat saat dia kecil menemani ayahnya
memancung orang di Makkah. Pemandangan
itu menjadi titik balik bagi hidupnya.
“Saya saat itu sedang sekolah dan
serangkaian eksekusi yang ditangani ayah
sedang disiapkan. Tepatnya di depan gerbang
King Abdul Aziz. Kami lantas datang,” tutur Al
Bishi yang diwawancara ditemani 3 anaknya
yang masih kecil-kecil.
Hal pertama yang ada di pikirannya saat
orang-orang berbicara tentang pemancungan
adalah, organ sistem pencernaan. Saat itu,
imbuhnya, dirinya yang duduk di bangku
sekolah sedang mempelajari mengenai sistem
pencernaan.
“Jadi saya datang menemani ayah
mengeksekusi orang. Jadi saya ingin melihat
(organ) sistem pencernaannya. Namun yang
saya lihat adalah kepala manusia yang
melayang dan lehernya, kemudian ada
pancaran seperti sumur. Dan kemudian jatuh.
Cukup, dan saya tak tahan lagi,” jelasnya.
Malamnya, Al Bishi mengalami mimpi buruk.
“Saya memiliki mimpi buruk, hanya sekali.
Lantas saya jadi terbiasa (melihat
pemancungan-red). Segala puji bagi Allah,”
katanya.
Hingga suatu saat, 10 hari setelah ayahnya
meninggal sekitar tahun 1991 atau 1992, dirinya
didatangi seseorang yang berkata,”Saya
memiliki misi”. Dan Al Bishi pun diberi tahu
bahwa misi itu adalah eksekusi hukuman mati.
“Saya mengatakan no problem. Saat itu saya
berusia sekitar 32 atau 35 tahun,” tuturnya.
Al Bishi mengatakan saat itu dia tidak memiliki
pedang atau senjata apa pun. Jadi dia
memakai pedang milik ayahnya. Misi
pertamanya adalah memancung 3 orang.
Bagaimana perasaan Anda saat itu? “Setiap
orang khawatir akan pekerjaan pertamanya.
Dan kalau takut, dia mungkin gagal,”
jawabnya.
Dan sejak itu, pedang milik Al Bishi sudah
memancung ratusan orang lebih. Dia pun
lantas memamerkan pedang-pedangnya. Salah
satunya yang dinamai ‘The Sultan’, pedang
sepanjang 50 cm itu agak melengkung
bilahnya, seprti bulan sabit tua. Al Bishi
mengatakan semua pedang-pedang yang
dimilikinya adalah pedang Jowhar (salah satu
wilayah di Somalia).
Al Bishi mengatakan ada jenis-jenis pedang
yang cocok untuk memancung dengan
gerakan horisontal maupun vertikal. Untuk
gerakan memancung horisontal, Al Bishi
memeragakan menebas pedang ke arah
depang-samping. Sedangkan vertikal adalah
memancung dari atas ke bawah.
Ketika ditanya apa yang paling sulit saat dia
menjadi algojo, atau pernahkah dia
memancung orang-orang yang dikenalnya
bahkan temannya sendiri, Al Bishi menjawab,
“Ya, saya memancung orang dan beberapa di
antaranya teman saya sendiri. Tapi siapa yang
melakukan pelanggaran, akan kembali pada
dirinya sendiri.”
Ketika ditanya lagi, apakah sulit memancung
orang berjenis laki-laki atau perempuan, dan
apakah ada rasa iba jika memancung
terpidana mati perempuan, Al Bishi lagi-lagi
dengan tegas menjawab, “Yang paling sulit
saat memancung orang adalah saat dia tidak
bisa mengendalikan kegugupannya. Apakah
duduk, atau berdiri tegak. Kalau saya iba saat
saya memancung, dia akan menderita. Kalau
hati iba, tangan ini bisa gagal.”
Tak jarang dalam sehari, Al Bishi memancung
lebih dari 3 orang. Sampai-sampai pegangan
pedangnya patah.
Saat Anda memancung 3-4 kali dalam sehari,
apakah butuh break sejenak? Apakah Anda
memerlukan jeda untuk mengeksekusi?
“Tiga, empat, lima, enam orang, tidak ada itu
(jeda). Eksekusi adalah eksekusi, sepanjang
orang itu berdiri tegak, itu akan
mempermudah kerja kita,” jelasnya.
Selain memancung terpidana mati, Al Bishi
juga melaksanakan hukuman potong tangan
bagi pencuri dan bagian tubuh lainnya sesuai
dengan ketentuan hukum syariat Islam. Al
Bishi mengungkapkan hukuman potong
bagian-bagian tubuh ini berbeda dengan
hukuman mati.
“Hukuman itu dilakukan dengan pembiusan
lokal,” katanya, lain halnya dengan hukuman
mati. “Tidak, seseorang itu tidak dibius (jika
dipancung),” ujarnya.
Al Bishi menolak pekerjaannya disebut kejam.
Berita-berita kekejaman yang berseliweran
menurut dia berasal dari rumor. Al Bishi malah
merasa terhormat dengan profesinya itu, dan
menganggapnya sebagai pengabdian untuk
Allah.
Bahkan, dia melatih anak pertamanya, Badr,
untuk menggantikannya kelak, sebagaimana
dia menggantikan ayahnya. “Segala puji bagi
Allah, Badr ditunjuk untuk melakukannya di
Riyadh,” jelasnya.

Tinggalkan komentar